Walau Usang Jangan Sampai Hilang, Museum Radya Pustaka Surakarta
Penampakan depan museum radya pustaka (24/06) Dokumentasi : Visstacomunication |
SURAKARTA- Bagi anda pecinta museum, ada sedikit info nih tenang Museum Radya Pustaka yang berada di Surakarta. Museum ini tertua di Indonesia yang berdiri sejak 28 Oktober 1890 oleh Patih Dalem K.R.A Sosrodiningrat IV dengan nama Paheman Radya Pustaka. Atas ijin sang pendiri serta berkenannya Sinuhun Pakubuwono X, museum berpindah ke Loji Kadipolo milik Yohanes Buselaar seorang saudagar Belanda. Hingga saat ini disebut Museum Radya Pustaka.
Dari dulu sampai sekarang, bangunan museum hampir tidak banyak berubah. Gedung derngan gaya arsitektur Belanda masih dipertahankan. Bahkan perpaduan warna khas ala ktaron yaitu putih, biru tua dan kuning emas, masih menjadi ciri khas museum ini.
SEJARAH
Terletak di Jalan Slamet Riyadi, tidak jauh dari Taman Sriwedari, terdapat sebuah bangunan yang menjadi bukti pentingnya pengarsipan bagi masyarakat Solo. Terletak satu kompleks dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, bangunan yang sekarang menjadi museum sebelumnya merupakan kediaman seorang warga negara Belanda yang bernama Johannes Busselaar. Karenanya, museum ini pun memiliki nama lain yaitu Loji Kadipolo.
Secara etimologi, “Radya” berarti pemerintah, sementara “Pustaka” berarti surat. Tempat ini dulunya merupakan tempat penyimpanan surat-surat kerajaan. Seiring berjalannya waktu, yang disimpan di dalam tempat ini tidak hanya surat, tapi juga berbagai benda penting yang berhubungan dengan kerajaan. Dan semakin lama, seiring semakin bertambahnya koleksi yang dimiliki, tempat ini pun menjadi museum.
Karena sebelumnya merupakan rumah hunian, tata ruang museum ini pun tidak seperti museum pada umumnya. Bentuk bangunan asli tetap dipertahankan, dengan hanya mengubah beberapa bagian, seperti menghilangkan kamar mandi untuk mendapatkan ruang pamer yang lebih luas.
Di bagian halaman museum, terdapat patung Rangga Warsita, seorang pujangga besar yang hidup di Surakarta pada abad 19. Masuk ke dalam bangunan, ruang pertama yang dijumpai adalah ruang yang menyimpan berbagai jenis wayang. Tidak hanya berbagai jenis wayang dari dalam negeri, seperti Wayang Purwa, Wayang Gadog, Wayang Madya, Wayang Klithik, Wayang Sukat, dan Wayang Beber, berbagai wayang dari luar negeri pun menjadi bagian koleksi yang ditampilkan di ruang ini. Misalnya saja Wayang Nang dari Thailand.
Beralih ke ruang berikutnya, yaitu Ruang Tosan Aji atau ruang logam berharga. Di ruang ini, dipamerkan berbagai senjata yang terbuat dari logam, arca, serta miniatur-miniatur rumah joglo, rumah asli Jawa Tengah. Berlanjut ke ruang berikutnya yang menyimpan berbagai jenis keramik. Tapi, sebelum masuk ke ruang ketiga, di antara ruang kedua dan ketiga, dapat dilihat sebuah orgel atau kotak musik. Orgel ini merupakan hadiah yang diberikan Napoleon Bonaparte kepada Paku Buwana IV (1788-1820).
Di ruang ketiga, tersimpan berbagai jenis keramik. Mayoritas keramik yang disimpan di ruang ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. Pada salah satu dinding ruang ini, dipajang aneka piring sewon. Piring sewon merupakan piring yang khusus dibuat untuk memperingati 1.000 hari meninggalnya seseorang, biasanya anggota kerajaan.
Ruang keempat adalah perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan di sini mayoritas berbahasa Belanda dan Jawa, meski ada sebagian kecil koleksi yang berbahasa Indonesia. Buku-buku di sini tertata dengan rapi dan cukup terawat. Semua koleksi yang ada di perpustakaan ini hanya boleh dibaca di dalam ruang perpustakaan.
Sebelum menuju ruang kelima, di depan ruang keempat, terdapat patung Johannes Albertus Wilkens. Dia merupakan seorang ahli bahasa yang membuat kamus Jawa-Belanda. Sayang, karyanya tidak dapat ditemukan di museum ini.
Ruang kelima merupakan ruang yang menyimpan berbagai koleksi yang dibuat dari bahan perunggu, seperti patung dan gamelan. Sementara, ruang keenam merupakan Ruang Etno. Di ruang yang paling luas ini, tersimpan gamelan agung milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV.
Selain itu, ada pula alat tenun tradisional dan gamelan genderan yakni satu set gamelan yang dirangkai menjadi seperti meja dan dapat dimainkan oleh satu orang yang merupakan sumbangan seorang anggota keluarga keraton.
Ruang ketujuh adalah Ruang Rojomolo. Rojomolo adalah sosok raksasa penguasa laut. Patung ini merupakan karya Pakubuwono V. Patung Rajamala merupakan hiasan bagian depan perahu yang digunakan untuk menjemput permaisuri Pakubuwono IV. Di bagian belakang, ruang terakhir, terdapat maket makam raja-raja Imogiri serta berbagai arca.
Pada tahun 2006, museum ini sempat menjadi pemberitaan karena sebagian koleksinya hilang. Koleksi yang asli telah ditukar dengan replika. Setelah melalui pencarian, sebagian dari koleksi yang hilang dapat ditemukan. Sebagian koleksi yang ada di museum ini pun merupakan replika, yang ditandai dengan keterangan khusus.
RUANG DEPAN
Koridor yang memiliki ruangan di sisi kanan dan kiri dengan berbagai koleksi sejarah di dalamnya. Ruang Tosanaji terdapat koleksi tosanaji yang berasal dari Jawa, Bali, Madura dan Sumatra. Ruang Keranik berisi koleksi kramik peningalan masa colonial Belanda. Ruang Perunggu berisi koleksi benda benda perunggu dari abad 7-8M. Ruang Manuskrip tersimpan kurang lebih 400an menuksrip berupa buku kuno dengan tulisan tangan aksara jawa.
Patung Sosrodiningrat IV, pendiri Museum Radya Pustaka (24/06) |
RUANG TENGAH. Pada ruangan tengah terdapat koleksi karya seni dan benda-benda kebutuhan sehari-hari para bangsawan serta raja tersimpan di sini. Di ruangan ini juga terdapat deretan koleksi wayang kulit & satu set Gamelan Ageng Radya Pustaka milik K.R.A. Sosrodiningrat IV. Canthik Rajamala di percaya kehadirannya mampu memberikan keselamatan & menangkal mara bahaya ketika digunakan.
Hiasan haluan perahu pesiar istana ini, dibuat putra mahkota PB IV Raden Mas Sugandhi (K.G.P.A.A. Mangkunagoro III) dimasa pemerintahan PB IV (1788-1820).
RUANG BELAKANG
Ruang belakang Museum Radya Pustaka (24/06) Dokumentasi : Visstacomunication |
Pada ruangan belakang ini digunakan untuk menyimpan koleksi miniatur, busana adat Jawa, & Gambar-gambar Pawukon. Terdapat berbagai miniatur yang ada di ruangan ini. Diantaranya Miniatur Makam Imogiri, Miniatur Masjid Agung Demak, Miniatur Panggung Sangga Buwana & lainnya. Pawukon adalah suatu perhitungan tradisional Jawa yang populer di masyarakat agraris, terutama wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta berdasarkan sistem penanggalan tradisional Jawa. Museum Radya Pustaka memiliki perpustakaan yang dibuka untuk umum dengan koleksi buku yang beragam. Terdapat ratusan koleksi buku, baik dengan bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
JALAN PINTU KELUAR
Saat melewati pintu keluar terdapat Ruang Arca. Di sini dapat menemui berbagai koleksi dari abad ke VII di masa pemerintahan Hindu-Budha. Kebanyakan arca yang ada berasal dari Candi Prambanan & sekitaran Kota Surakarta. Arca batu merupakan peninggalan sejarah yang menarik untuk dikaji. Keberadaannya menjadi saksi bisu & bukti kemajuan peradaban dimasanya.
Koleksi arca disepanjang pintu keluar (24/06) Dokumentasi : Visstacomunication |
CARA MENJAGA EKSISTENSI MUSEUM
Museum Radya Pustaka menyimpan ratusan koleksi naskah kuno yang umurnya sudah ratusan tahun. Koleksi naskah kuno tersebut sebagian besar sudah rusak, rapuh fisiknya, dan hancur akibat dimakan kutu. Sebagai upaya untuk melestarikan naskah kuno yang ada, digitalisasi menjadi salah satu pilihan yang dapat dilakukan oleh musem.
”Upaya yang dilakukan Museum Radya Pustaka salah satunya adalah mengalihmediakan koleksi naskah dalam bentuk digital. Hal ini juga agar masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah dan cepat,” Ungkap Bagas salah satu Tour Guide yang ditemui Sabtu (24/06/2023)
Cara mempertahankan eksistensi museum ini dengan mengikuti perkembangan zaman, naskah kuno mulai digitalisasi, dan untuk penjelasan peninggalannya terdapat barcode disetiap ruangannya, namun dibatasi agar pengunjung memiliki rasa ingin tau yang tinggi untuk membaca buku di perpustakaan yang disediakan.
Museum ini sangat memikat bagi para wisatawan karena koleksi dan fasilitas yang disediakan pihak pengelola, jika ingin mengunjungi museum ini dapat melihat jadwal buka dari radya Pustaka mulai dari hari selasa-minggu buka jam 09.00-15.00 WIB, kecuali untuk hari Jumat akan tutup jam 11.00.
“Museum ini terlihat bersih dan rapi dengan aksen jaman Belandanya yang masih sangat mencolok, anak saya suka melihat topeng dan wayang sejarah jaman dulu. Bagus dan sangat rekomended untuk dikunjungi apalagi dengan tiket gratis,” ungkap Lely, pengunjung yang ditemui Senin (24/06).